Jakarta, buat sebagian orang yg hidup di di dalamnya mungkin terasa menyenangkan., hampir semua kebutuhan dapat dengan mudah ditemukan di sini, asal punya uang tentu semua kebutuhan bisa terpenuhi. tapi, sebagian besar sisanya hidup di jakarta mungkin adalah sebuah kesalahan dalam menentukan arah dan tujuan hidup, meraung-raung mengais rejeki sampai tak ada lagi iba buat mereka. "siapa suruh datang jakarta"
mungkin dulu bapak juga punya pikiran yg sama dengan para pemuda-pemuda dari kampungnya di gunung kidul, jogjakarta. mungkin dulu bapak berfikir kalau jakarta adalah sebuah kota impian, kotanya para dewa,kota yg menyediakan seribu kesempatan, kota yg menjanjikan gemerlapkemeriahan di dalamnya, bapak pun tertipu dan datang ke jakarta'
buat gua, sejak terlahir ke dunia, separuh kehidupan gua langsung 'mati'. Begitu pula puluhan bahkan mungkin ratusan atau ribuan bayilain yg terlahir miskin di jakarta. jelas, sangat jelas kalau mereka, si bayi-bayi ini, termasuk gua, nggak ingin di lahirkan miskin, kalau bisa memilih, tentu saja gua memilih buat di lahirkan di keluarga kaya raya, dari rahim seorang ningrat yg darahnya biru. separuh dari hidup gua kemudian 'mati' saat bapak sang tulang punggung keluarga, meninggal saat umur gua baru 10 tahun, dan sejak saat itu kehidupan gua serasa 'mati' , serasa 'mati' karena harus menanggung beban mental sebagai seorang anak yatim yg miskin, serasa 'mati' karena menanggung beban hidup gua sendirian sebagai anak.
gua berhasil menamatkan sekolah sampai jenjang paling tinggi (untuk ukuran kaum gua) sampai SMA, gua melaluinya lewat sepasang tangan yg sudah mulai keriput dengan tenaga tuanya, lewat tangan ibu yg selama bertahun-tahun jadi kuli cuci hanya untuk membayar spp bulanan. dari sana, gua besar menjadi pribadi yg tangguh, pribadi yg gak gampang kalah. selama sekolah hampir tiap taun gua mendapat bea siswa, hingga dapat meringankan beban ibu yg semakin lama, tangan tuanya semakin lemah,. lulus dari SMA gua langsung mengajukan lamaran ke berbagai perusahaan, entah nanti jadinya spg,Cleaning service, atau sukur-sukur bisa jadi customer service di perusahaan kecil.
'drtt...drtt...drrrtt'
ponsel jadul gua bergetar lama di atas meja makan, satu-satunya meja yg ada di rumah petakan ini. gua menggapainya, sebuah panggilan dari nomor asing muncul di layarnya yg masih 'monocrom'
"ya halo.."
"hallo, selamat pagi"
"selamat pagi.."
"dengan sdri nagita slavina..."
"ya benar, dari mana..ini?"
"saya bela dari pt 'internasional food' yg kemarin mau mengundang mba untuk interview tahap dua dengan manager hrd-nya langsung"
"ohya, kapan ya mba.."
"besok senin jam 8 pagi ketemu dengan bu tia ya..."
"iya mba, terima kasih"
gua mengahiri panggilan, dan melempar hanpon ke atas kasur, kemudian gua bergegas ke belakang, ketempat ibu yg tengah menggoreng bakwan untuk di jual, di titipkan di warung bang udin.
"Bu, aku di panggil buat interview yg ke dua.."
ibu gak menjawab ,ibu hanya tersenyum sambil mengusap rambut gua.
Gua teringat saat interviuw di perusahaan tersebut minggu lalu. bermodal informasi dari bapak supir yg bekerja di perusahaan tersebut yg biasa makan di warung bang udin. gua pun langsung mengirimkan cv lamaran, tak di sangka sesampainya di sana gua lansung psikotest dan di interviuw. entah beruntung atau apa namanya, gua di panggil lagi.
--------------------
Senin pagi setelah selesai membantu ibu menyiapkan adonan untuk membuat gorengan, gua bersiap untuk berangkat ke perusahaan tersebut. dari rumah gua di palmerah ke kantor yg bakal gua datengi di senayan, jaraknya sekitar 6km. sebenernya bisa saja gua jalan kaki untuk menuju ke sana, tapi daripada terlambat dan kemeja gua bau keringet dan matahari, akhirnya gua putuskan buat naik ojek. jam menunjukan jam 07.15 saat gua clingak-clinguk mencari tukang ojek yg biasa mangkal di perempatan gang rumah gua saat pagi, tapi saat ini gak ada satupun yg ada di sana. gua berjalan cepat menyebrangi pasar palmerah sambil berharap berpapasan dengan salah satu tukang ojek, pucuk di cinta ulam pun tiba, dari belakang terdengar suara laki-laki menawarkan jasa ojek, tapi begitu menoleh yg terlihat hanya sekumpulan anak sekolah berseragam putih abu-abu yg busaha menggoda gua dengan menawarkan tumpangan, gua mengacungkan jari tengah, di susul riuh suara anak-anak tersebut cengengesan. setelah cukup lama berjalan, gua mendapati seorang tukang ojek yg baru saja menurunkan seorang ibu-ibu dengan plastik belanjaannya, gua menepuk pundaknya dan bertanya ongkos ke senayan. tawar-menawar terjadi cukup alot, setelah mencapai kesepakatan dengan keuntungan besar sepertinya ada di pihak abang ojek, gua pun naik di jok belakang dan motor mulai melaju melintasi padatnya jalan jakarta.
Jam menunjukan pukul 07.45, saat gua sudah berada di lobi lift untuk menuju ke lantai 20, lantai dimana gua harus bertemu dengan bu tia manager HRD. suasana di sekitar lobi lift semakin ramai, begitu pintu lift terbuka, tanpa peringatan, orang-orang berdasi dan berkemeja rapi tersebut berubah menjadi ganas, saling dorong untuk mecapai tempat kerjanya secepat mungkin. gua, dengan ukuran tubuh yg lebih kecil di banding mereka, berusaha menyelinap masuk ke dalam lift dan sama sekali tak menemui kesulitan.
Tapi permasalahan muncul saat gua berada di ujung lift bagian belakang ngga bisa mencapai tombol lift yg ada di ujung lift bagian depan. gua berjingkat sambil berusaha meraih bahu seorang wanita untuk meminta tolong untuk memencet tombol dua puluh. tapi belum sempet tangan gua mencapai pundak wanita tersebut, seorang bapak-bapak bergerak mundur yg membuat gua sedikit terjepit, gua berjingkat lagi untuk melihat lagi apa yg terjadi ternyata seorang cowo baru saja meramgsek masuk kedalam lift sudah hampir kelebihan muatan. gua berusaha menggapai lengan cowo tersebut yg posisinya lebih mudah buat memencet tombol lift.
"mas, lantai 20 dong..."
"berapa,,, sepuluh..?"
cowo itu bertanya kembali sambil memasang tampang seperti orang meledek ukuran tubuh gua yg sedikit lebih kecil.
"dua puluh mas...."
gua sedikit meninggikan nada suara, dan sepertinya malah membuat beberapa orang di dalam lift mengalihkan pandangan ke arh gua.
"waduh, biasa aja kali mba..."
cowo itu menjawab sambil mengerakan tangannya ke arah tombol lift.
''ting''
pintu lift terbuka, gua berusaha untuk keluar dengan susah payah, ternyata cowo tadi turun di lantai yg sama dengan gua. ah kebetulan, pikir gua dalam hati. siapa tau bisa tanya-tanya. tapi ternyata cowo tadi langsung berjalan ke arah pintu kaca yg bertuliskan nama perusahaan di bagian depannya. sebelum di menghilang dari pandangan, gua pun berusaha memanggilnya.
"mas...mas...woi.."
cowo itu hanya menoleh sebentar lalu masuk. gua berjalan cepat menyusulnya, setelah membuka pintu kaca, dan menemukan cowo tersebut yg baru saja selesai melakukan absensi, gua pun menghampirinya;
"bu tia dimana ya?" gua bertanya sopan ke cowo tersebut
"eh mbak, kalo tanya yg sopan sedikit dong, permisi dulu kek.."
"yee, emang gua kurang sopan? terus nanya yg sopan gimana?"
cowo itu memasang muka kesal kemudian pergi begitu saja, dari yg gua denger sepertinya di mengerutu bilang;
"gua nggak ta.."
*dan inilah awal perjumpaan gua dengan cowo bernama rafi ahmad*
ps:
** tolongng minta pendapatnya buat cerbuang gua ini, biar penulisnya semangat nulis**
bisa lewat coment atau lewat twitter: @esyter17
Bagus alurnya mba, latar belakang pemerannya diceritainn dikemas flashback. sukses yah mba ditunggu lanjutannya, jangan lama2 yahhhh
BalasHapus